Selasa, 07 Januari 2014

PENGANTAR ASAS PERANCANGAN ARSITEKTUR

Seperti halnya manusia yang lahir di berbagai tempat di muka bumi, arsitektur lahir di tiap jengkal muka bumi ini. Perwajahan dan perkembangan suatu arsitektur erat hubungannya dengan dimana ia ‘dilahirkan’. Alam sekitar, budaya, dan kebiasaan masyarakat sekitar menjadi beberapa faktor penentu bagaimana rupa suatu arsitektur.


 Arsitektur mempengaruhi lingkungan, lingkungan mempengaruhi arsitektur.  Arsitektur bisa menjadi harmonis dengan alam. Arsitektur juga bisa menjadi bagian dari alam meski dengan mengkontraskan dirinya. Namun,  arsitektur juga berhak mengabaikan alam dan tempatnya ‘dilahirkan’. Alam boleh saja mempengaruhi suatu arsitektur, tapi tidak selalu arsitektur mengacuhkan alam. Yang dimaksud mengabaikan yakni tidak menjadikan hal tersebut sebagai komponen perancangan.

 Terdengar egois memang. Namun, begitulah arsitektur. Di sanalah ego sang arsitek mulai bermain dan mendominasi. Seorang arsitek berhak menentukan bagaimana ia mendandani karya arsitekturnya. Namun, perlu diingat bahwa keberhasilan suatu karya bukan semata karena estetikanya saja. Namun, perlu dipertimbangkan aspek etika dan logika. Salah satunya berkenaan dengan kenyamanan penghuni dan pengaruh arsitektur itu terhadap lingkungan sekitarnya.  Sehingga, diperlukan adanya adaptasi antara lingkungan dan arsitektur.

 Salah satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam adaptasinya yakni iklim. Iklim merupakan perubahan kondisi cuaca yang relatif tetap dan secara berkala karena pengaruh perputaran bumi. Iklim ditentukan oleh letak geografis.

Adapun iklim dibagi menjadi :
1.       Iklim tropis (memiliki 2 musim)
2.       Iklim subtropis (memiliki 4 musim)
3.       Iklim sedang (memiliki 4 musim)
4.       Iklim dingin (memiliki 4 musim)

Secara garis besar, arsitektur dapat dikelompokkan menjadi arsitektur 2 musim dan 4 musim. Hal ini utamanya dibedakan menurut kedudukan matahari.

Di daerah 2 musim, suhu dingin dan panasnya tidak berpotensi mematikan. Suhu terendahnya saja hanya mencapai 10 derajat celcius. Sehingga, potensi matahari yang dibutuhkan hanya terang dan bayangannya saja. Namun, terang ini dibutuhkan untuk menerangi kolong, halaman, dan teras, bukan untuk bagian dalam bangunan. Proporsi siang dan malam relative seimbang. Perlu diketahui bahwa masyarakat 2 musim cenderung beraktivitas di luar ruangan. Sehingga,  hal yang paling diperlukan yakni kesejukan angin. Diperlukan banyak bukaan, ventilasi, dan ruang udara dari arsitekturnya. Elemen-elemen bangunan yang diperlukan mencakup atap, geladak, dan kerei. Hal ini menandakan bahwa arsitektur di daerah 2 musim dapat dianalogikan seperti topi atau payung yang hanya berfungsi sebagai naungan. Bila hari panas, manusia tidak terpapar terik matahari, dan bila hujan, manusia tidak terkena rintikan air hujan. Selain itu, arsitektur berfungsi sebagai pelindung dari serangga, seperti nyamuk, lalat, dll.

Sedangkan di daerah 4 musim, suhu dingin dan panasnya berpotensi mematikan. Suhu terendahnya bisa mencapai -60 derajat celcius. Sedangkan di daerah panas, seperti gurun pasir, kelembabannya bernilai nol, sehingga tubuh dengan cepat mengalami penguapan. Hal ini dapat mengakibatkan dehidrasi. Potensi matahari dibutuhkan untuk menerangi dan menghangatkan ruangan. Elemen-elemen bangunan yang diperlukan yakni pondasi, lantai, dinding, dan atap. Bangunan 4 musim memang dibuat dengan mengkesampingkan unsur tetangga, hingga berkesanterisolir dan tertutup rapat. Hal ini menjadikan arsitektur sebagai hal yang begitu esensialnya bagi penghuni. Sehingga, arsitektur di daerah 4 musim dapat dianalogikan seperti pakaian kedua yang melindungi tubuh dari keganasan suhu. Hal ini memunculkan suatu paradigma bahwa “rumahku adalah keabadian yang seindah-indahnya, sekuat-kuatnya, sefungsional-fungsionalnya.

ARSITEKTUR MENURUT LE CORBUSIER

“Arsitektur tidak lebih dari permainan terang dan gelap, serta sinar dan bayangan.”
(Charles Edouard Jeanneret “Le Corbusier”)


Pembeda dasar adanya daerah 2 musim dengan 4 musim yakni kedudukan bumi terhadap matahari. Lintasan revolusi bumi hanya berkisar antara koordinat 23,5 derajat LU (Lintang Utara) sampai dengan 23,5 derajat LS (Lintang Selatan). Sehingga, pergantian musim terjadi karena adanya perubahan posisi matahari.

Dalam kasus daerah 4 musim, tidak akan pernah sisi utara bangunan mendapatkan terang matahari bila bangunan berada di atas koordinat 23,5 derajat LU. Di koordinat ini, sisi selatan bangunan akan selalu mendapatkan terang. Begitu pula sebaliknya jika bangunan terletak pada koordinat 23,5 derajat LS). Sisi selatan bangunan akan selalu gelap, sedangkan sisi utara akan mendapatkan terang.

Dalam kasus daerah 2 musim, matahari senantiasa memberikan terangnya baik di sisi utara-selatan, maupun timur-barat.

Kesimpulannya, daerah 2 musim memiliki 4 sisi yang terkena bayangan dan terang matahari. 4 sisi itu meliputi utara, timur, selatan, barat. Sedangkan pada daerah 4 musim hanya memiliki 3 sisi yang terkena bayangan dan terang matahari. 3 sisi itu meliputi utara/selatan, timur, barat.


VITRUVIUS vs MANGUNWIJAYA
  • VITRUVIUS
Vitruvius,sebagai salah satu tokoh arsitektur 4 musim, mengemukakan bahwa arsitektur memiliki 3 unsur, yakni Firmitas, Utilitas, dan Venustas.

  • MANGUNWIJAYA
Mangunwijaya, sebagai salah satu tokoh arsitektur 2 musim, mengemukakan bahwa arsitektur memiliki 2 unsur, yakni Citra dan Guna. Hal ini dirasa cukup mengingat daerah 2 musim memiliki potensi gempa, sehingga kekokohan bangunan bukan hal yang esensial dalam arsitektur 2 musim. Cukup bagaimana bangunan itu bisa “menari bersama gempa.”