Seperti halnya manusia yang lahir di berbagai tempat di muka
bumi, arsitektur lahir di tiap jengkal muka bumi ini. Perwajahan dan
perkembangan suatu arsitektur erat hubungannya dengan dimana ia ‘dilahirkan’.
Alam sekitar, budaya, dan kebiasaan masyarakat sekitar menjadi beberapa faktor
penentu bagaimana rupa suatu arsitektur.
Arsitektur
mempengaruhi lingkungan, lingkungan mempengaruhi arsitektur. Arsitektur bisa menjadi harmonis dengan alam.
Arsitektur juga bisa menjadi bagian dari alam meski dengan mengkontraskan
dirinya. Namun, arsitektur juga berhak
mengabaikan alam dan tempatnya ‘dilahirkan’. Alam boleh saja mempengaruhi suatu
arsitektur, tapi tidak selalu arsitektur mengacuhkan alam. Yang dimaksud
mengabaikan yakni tidak menjadikan hal tersebut sebagai komponen perancangan.
Terdengar egois memang. Namun, begitulah arsitektur. Di
sanalah ego sang arsitek mulai bermain dan mendominasi. Seorang arsitek berhak
menentukan bagaimana ia mendandani karya arsitekturnya. Namun, perlu diingat
bahwa keberhasilan suatu karya bukan semata karena estetikanya saja. Namun,
perlu dipertimbangkan aspek etika dan logika. Salah satunya berkenaan dengan
kenyamanan penghuni dan pengaruh arsitektur itu terhadap lingkungan
sekitarnya. Sehingga, diperlukan adanya
adaptasi antara lingkungan dan arsitektur.
Salah
satu hal yang perlu dipertimbangkan dalam adaptasinya yakni iklim. Iklim
merupakan perubahan kondisi cuaca yang relatif tetap dan secara berkala karena
pengaruh perputaran bumi. Iklim ditentukan oleh letak geografis.
Adapun iklim dibagi menjadi :
1. Iklim tropis (memiliki 2 musim)
2. Iklim subtropis (memiliki 4 musim)
3.
Iklim
sedang (memiliki 4 musim)
4. Iklim dingin (memiliki 4 musim)
Secara
garis besar, arsitektur dapat dikelompokkan menjadi arsitektur 2 musim dan 4
musim. Hal ini utamanya dibedakan menurut kedudukan matahari.
Di daerah 2 musim, suhu dingin dan
panasnya tidak berpotensi mematikan. Suhu terendahnya saja hanya mencapai 10
derajat celcius. Sehingga, potensi matahari yang dibutuhkan hanya terang dan
bayangannya saja. Namun, terang ini dibutuhkan untuk menerangi kolong, halaman,
dan teras, bukan untuk bagian dalam bangunan. Proporsi siang dan malam relative
seimbang. Perlu diketahui bahwa masyarakat 2 musim cenderung beraktivitas di
luar ruangan. Sehingga, hal yang paling
diperlukan yakni kesejukan angin. Diperlukan banyak bukaan, ventilasi, dan
ruang udara dari arsitekturnya. Elemen-elemen bangunan yang diperlukan mencakup
atap, geladak, dan kerei. Hal ini
menandakan bahwa arsitektur di daerah 2 musim dapat dianalogikan seperti topi
atau payung yang hanya berfungsi sebagai naungan. Bila hari panas, manusia
tidak terpapar terik matahari, dan bila hujan, manusia tidak terkena rintikan
air hujan. Selain itu, arsitektur berfungsi sebagai pelindung dari serangga,
seperti nyamuk, lalat, dll.
Sedangkan di daerah 4 musim, suhu dingin dan
panasnya berpotensi mematikan. Suhu terendahnya bisa mencapai -60 derajat
celcius. Sedangkan di daerah panas, seperti gurun pasir, kelembabannya bernilai
nol, sehingga tubuh dengan cepat mengalami penguapan. Hal ini dapat
mengakibatkan dehidrasi. Potensi matahari dibutuhkan untuk menerangi dan
menghangatkan ruangan. Elemen-elemen bangunan yang diperlukan yakni pondasi,
lantai, dinding, dan atap. Bangunan 4 musim memang dibuat dengan
mengkesampingkan unsur tetangga, hingga berkesanterisolir
dan tertutup rapat. Hal ini menjadikan arsitektur sebagai hal yang begitu
esensialnya bagi penghuni. Sehingga, arsitektur di daerah 4 musim dapat
dianalogikan seperti pakaian kedua yang melindungi tubuh dari keganasan suhu.
Hal ini memunculkan suatu paradigma bahwa “rumahku adalah keabadian yang
seindah-indahnya, sekuat-kuatnya, sefungsional-fungsionalnya.
ARSITEKTUR
MENURUT LE CORBUSIER
“Arsitektur
tidak lebih dari permainan terang dan gelap, serta sinar dan bayangan.”
(Charles
Edouard Jeanneret “Le Corbusier”)
Pembeda dasar adanya daerah 2 musim
dengan 4 musim yakni kedudukan bumi terhadap matahari. Lintasan revolusi bumi
hanya berkisar antara koordinat 23,5 derajat LU (Lintang Utara) sampai dengan
23,5 derajat LS (Lintang Selatan). Sehingga, pergantian musim terjadi karena
adanya perubahan posisi matahari.
Dalam kasus daerah 4 musim, tidak
akan pernah sisi utara bangunan mendapatkan terang matahari bila bangunan
berada di atas koordinat 23,5 derajat LU. Di koordinat ini, sisi selatan
bangunan akan selalu mendapatkan terang. Begitu pula sebaliknya jika bangunan
terletak pada koordinat 23,5 derajat LS). Sisi selatan bangunan akan selalu
gelap, sedangkan sisi utara akan mendapatkan terang.
Dalam kasus daerah 2 musim, matahari
senantiasa memberikan terangnya baik di sisi utara-selatan, maupun timur-barat.
Kesimpulannya, daerah 2 musim
memiliki 4 sisi yang terkena bayangan dan terang matahari. 4 sisi itu meliputi
utara, timur, selatan, barat. Sedangkan pada daerah 4 musim hanya memiliki 3
sisi yang terkena bayangan dan terang matahari. 3 sisi itu meliputi
utara/selatan, timur, barat.
VITRUVIUS vs MANGUNWIJAYA
- VITRUVIUS
- MANGUNWIJAYA