Selasa, 26 Juni 2012

MAKNA SIMBOLIS PADA TATA RUANG RUMAH JOGLO

Pada arsitektur bangunan rumah joglo, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat pendukungnya. Kecintaan manusia pada cita rasa keindahan, bahkan sikap religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini.

Istilah Joglo berasal dari kerangka bangunan utama dari rumah adat jawa terdiri atas soko guru berupa empat tiang utama dengan pengeret tumpang songo (tumpang sembilan) atau tumpang telu (tumpang tiga) di atasnya. Struktur joglo yang seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah agar atap rumah bisa berbentuk pencu.
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/id/6/6b/Denah_Rumah_Joglo_Gudang.JPGhal ini melambangkan bahwa, pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa menjalani hidup seorang diri, melainkan harus saling bantu membantu satu sama lain, selain itu soko guru juga melambangkan empat hakikat kesempurnaan hidup dan juga ditafsirkan sebagi hakikat dari sifat manusia.

Pada bagian pintu masuk memiliki tiga buah pintu,yakni pintu utama di tengah dan pintu kedua yang berada di samping kiri dan kanan pintu utama. Ketiga bagian pintu tersebut memiliki makna simbolis bahwa kupu tarung yang berada di tengah untuk keluarga besar, sementara dua pintu di samping kanan dan kiri untuk besan, hal ini melambangkan bahwa tamu itu adalah raja yang harus di hormati dan di tempatkan di tempat yang berbeda dengan keluarga inti ataupun keluarga dari mempelai, demi menghormati kehadiran mereka dan memberi tempat yang berbeda dari keluarga sendiri dan itu adalah cara atau tata krama yangb pantas untuk menyambut tamu.

Pada ruang bagian dalam yang disebut gedongan dijadikan sebagai mihrab, tempat Imam memimpin salat yang dikaitkan dengan makna simbolis sebagai tempat yang disucikan, sakral, dan dikeramatkan. Gedongan juga merangkap sebagai tempat tidur utama yang dihormati dan pada waktu-waktu tertentu dijadikan sebagai ruang tidur pengantin bagi anak-anaknya, ruang tengah melambangkan bahwa di dalam rumah tinggal harus ada tempat khusus yang disakralkan atau di sucikan supaya digunakan ketika acara-acara atau kegiatan tertentu yang sakral atau berhubungan dengan Tuhan, hal ini adalah salah satu cara bagi penghuni rumah untuk selalu mengingat keberadaan Tuhan ketika berada di dalam Rumah mereka.

http://img198.imageshack.us/img198/3506/joglo1.jpgRuang depan yang disebut jaga satru disediakan untuk umat dan terbagi menjadi dua bagian, sebelah kiri untuk jamaah wanita dan sebelah kanan untuk jamaah pria. Masih pada ruang jaga satru di depan pintu masuk terdapat satu tiang di tengah ruang yang disebut tiang keseimbangan atau soko geder, selain sebagai simbol kepemilikan rumah, tiang tersebut juga berfungsi sebagai pertanda atau tonggak untuk mengingatkan pada penghuni tentang keesaan Tuhan.

Pemilihan dan penggunaan bahan bangunan adalah faktor keempat. Penggunaan kayu untuk dinding (gebyok) dan genteng tanah liat untuk atap disebabkan material ini bersifat ringan sehingga relatif tidak terlalu membebani bangunan.
 http://img195.imageshack.us/img195/5286/hawa2.jpg
Sirkulasi keluar masuknya udara pada rumah joglo sangat baik karena penghawaan pada rumah joglo ini dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh manusia itu sendiri, sehingga hal itu menyebabkan penghuni merasa nyaman ketika berada di dalam bangunan dan hal itu membuat penghuni lebih sering berkumpul dengan keluarga dan merasakan kebersamaan yang kuat seperti struktur yang menopang rumah Adat Joglo ini.

http://img69.imageshack.us/img69/225/lambangsari.jpg
Ciri khas atap joglo, dapat dilihat dari bentuk atapnya yang merupakan perpaduan antara dua buah bidang atap segi tiga dengan dua buah bidang atap trapesium, yang masing-masing mempunyai sudut kemiringan yang berbeda dan tidak sama besar. Atap joglo selalu terletak di tengah-tengah dan selalu lebih tinggi serta diapit oleh atap serambi. Bentuk gabungan antara atap ini ada dua macam, yaitu: Atap Joglo Lambang Sari dan Atap Joglo Lambang Gantung. Atap Joglo Lambang Sari mempunyai ciri dimana gabungan atap Joglo dengan atap Serambi disambung secara menerus, sementara atap Lambang Gantung terdapat lubang angin dan cahaya, dan hal ini melambangkan filosofi kehidupan manusia, bahwa kehidupan semakin sukses (berada diatas) maka cobaan pun akan semakin berat, semakin kuat diterpa angin, dan selalu rawan untuk jatuh apabila tidak hati-hati, dan alangkah baiknya jika hidup kita seperti kontruksi Rumah dan Penataan Ruang pada Rumah joglo ini, yang saling mengikat satu sama lain, mengormati, bantu membatu, dan tidak ada yang dirugikan.
Kesimpulan : sistem yang terkandung dalam penataan ruang dan struktur Rumah adat joglo ini, selain menuntun manusia untuk hidup sosial dan bantu membantu adalah menjadikan diri manusia tidak sombong dan menghormati satu sama lain, dan juga tidak pernah lupa akan keberadaan Yang Maha Kuasa.

Jumat, 22 Juni 2012

Fake Smile

buka topeng penutup seyum palsumu
menjadikanmu seperti orang yang penuh dengan kepalsuan
dalam matamu, dalam tawamu, dalam senyummu
kebohonganmu, menjadikanmu orang yang bukan dirimu

meski hidupmu keras
meski hidupmu susah
menghadapi senyum-senyum palsu
orang-orang yang penuh kebohongan

bukan itu yang kau cari
jati dirimu, keyakinan hidupmu
meski itu susah, perlu kamu yakin
perlu kamu percaya

bahwa hujan akan reda
dan kau bisa berteduh dalam naungan payung pelindungku
menunggu sinar yang surya
tersenyum menyapamu

bukan dengan senyum palsu
bukan dengan kebohongan yang bodoh
karena ada cahaya yang siap menerangi
dan akan ada pelingdung ketika kau merasakan sulit dalam hidupmu

just writting

pertama bertemu dan melihat matamu ketika itupun aku merasakan cinta
menjalar dalam darah yang mengalir di tubuhku
tak bisa ku ingkari kehadiran dari semua itu, tak bisa menampik semua kemungkinan itu
menjadikanku tak berdaya ketika berbicara denganmu
namun mungkin terkadang kekuatan panah cinta masih belum bisa memecahkan sebuah batu
sepercik air masih belum cukup untuk membuat sebongkah besi berkarat

tak mampu tersenyum
tak mampu bahagia
menjadikan ku seorang yang lemah
menjadikanku pecundang yang berharap mampu merangkul sebuah gunung besar.
andaikan alunan melodi gitar bisa dituliskan dalam kata-kata
 inginku tuliskan biar semua orang bisa tahu perasaanku

menghantarkanku dalam kegelapan
menjerumuskanku dalam sesuatu yang tak pernah ku pikirkan semuanya
semua seperti berakhir
dan akhirnya. . . . .

namun keberanian menghampiriku lagi
untuk mendapat yang lebih baik
menjadikan hidup lebih mudah
dengan beban menggunung di pundak, yang menurutku besar.
dari semua itu, aku ketahui sesuatu bahwa aku bukanlah satu-satunya
setiap orang membutuhkan yang lain
menjadikanku kuat

aku yang dulunya sepercik air menjadi aku yang berombak besar
menjadikan busur panah yang lebih kuat lagi, lebih besar
menjadikanku mampu untuk memeluk sebuah gunung.
dalam gelap yang menjerumuskanku
setitik cahaya menghampiri dan merubah semuanya.
sekali lagi, dan lagi, dan lagi, hatiku jatuh dan menjadikan cinta lebih mudah dari apa yang aki pikirkan sebelumnya.

Rabu, 20 Juni 2012

Mengulas Sistem Struktur Joglo Dan Arti Yang Terkandung di dalamnya

Rumah Joglo merupakan rumah tradisional Jawa, yang umumnya terbuat dari kayu Jati (Tectona Grandis Sp.). Disebut Joglo karena mengacu pada bentuk atapnya, mengambil filosofis bentuk sebuah gunung. Pada awalnya filosfis bentuk gunung tersebut diberi nama atap Tajug, tapi kemudian berkembang menjadi atap Joglo/Juglo (Tajug Loro = Dua Tajug ~ penggabungan dua Tajug). Dalam kehidupan manusia Jawa -gunung sering dipakai sebagai idea bentuk yang dituangkan dalam berbagai simbol, khususnya untuk simbol-simbol yang berkenaan dengan sesuatu yang sakral. Hal ini karena adanya pengaruh kuat keyakinan bahwa gunung atau tempat yang tinggi adalah tempat yang dianggap suci dan tempat tinggal para Dewa.





Konstruksi atap Joglo ditopang oleh Soko Guru (tiang utama) yang berjumlah 4 buah. Jumlah ini adalah merupakan simbol adanya pengaruh kekuatan yang berasal dari empat penjuru mata angin, atau biasa disebut konsep Pajupat. Dalam konsep ini, manusia dianggap berada di tengah perpotongan arah mata angin, tempat yang dianggap mengandung getaran magis yang amat tinggi. Tempat ini selanjutnya disebut sebagai Pancer atau Manunggaling Keblat Papat.



Istilah Guru digunakan untuk menunjukan bagian utama (inti) dari sebuah konstruksi Joglo. Soko Guru menopang sebuah konfigurasi balok yang terdiri dari Blandar dan Pengeret -disebut sebagai Pamidhangan atau Midhangan.
Menurut naskah Kawruh Kalang konfigurasi Blandar-Pengeret inilah yang menjadi patokan, acuan, rujukan bagi perhitungan struktur keseluruhan Joglo. Semua ukuran dan dimensi struktur serta bangunan mengacu pada ukuran dan dimensi Blandar-Pengeret tersebut, berdasarkan standar perhitungan tertentu yang disebut sebagai Petungan. Berikut petikannya :
"Tembung midhangan punika mirit wujudipun angemperi pundhaking griya, manawi mirid parlunipun tiyang anindakaken damel griya (ukuraning griya) nama wau leresipun papundhen, dening kajeng midhangan sakawan iji punika ingkang lajeng manjing nama: guru. Wondene saka ageng sakawan winastan saka guru, leresipun: sakaning guru, utawi saka ingkang nyanggi guru, amargi sasampuning wujud catokan sakawan, sakatahing ukur bade pandamelipun babalungan ageng alit saha panjang celak, tuwin tumpang-tumpangipun sadaya, sami mendhet ukur saking salebeting gagelengan kajeng sakawan wau, boten saged tilar utawi boten kenging kaempanan saking dugi-dugi kemawon."
"Di sini keempat batang kayu yang membentuk midhangan [=pamidhangan, balandar-pangeret] itu lalu mendapatkan sebutan yaitu guru. Adapun keempat batang saka [=tiang] yang besar-besar itu lalu dinamakan sakaguru, yang lebih tepatnya adalah sakaning guru atau saka ingkang nyanggi guru [saka yang menyangga guru]. Penamaan ini disebabkan oleh karena setelah terwujud menjadi empat buah cathokan maka segenap pengukuran dalam membuat besar-kecilnya balungan griya maupun segenap tumpang, sama-sama mengambil patokan ukuran pada keempat batang balandar-pangeret tadi. Jadi, mengukur itu tidak boleh sekadar menduga-duga atau asal mengukur semata."

Karena sifat keutamaan itulah maka konfigurasi Blandar-Pengeret diistilahkan sebagai Guru ; Sedangkan 4 buah tiang penopangnya disebut sebagai Soko Guru atau Sakaning Guru (tiang yang menyangga Guru).
Hal-hal tersebut di atas mencerminkan manusia Jawa yang dapat digolongkan sebagai golongan masyarakat archaic yang menempatkan kosmologi sebagai sesuatu yang penting dalam hidupnya. Yang meyakini kehidupan ini dipengaruhi kekuatan yang muncul dari dirinya sendiri (Jagad Alit / Mikrokosmos) dan kekuatan yang muncul dari luar dirinya atau alam sekitarnya (Jagad Gede / Makrokosmos). Sehingga perwujudan dari konsep bentuk Rumah Joglo merupakan refleksi dari lingkungan alamnya yang sangat dipengaruhi oleh geometric , yang sepenuhnya dikuasai oleh kekuatan dari dalam diri sendiri; dan pengaruh geofisik, yang sangat tergantung pada kekuatan alam lingkungannya. 

Rumah Joglo memiliki struktur utama berupa struktur Rongrongan, yang terdiri dari : 

 
A. Umpak 
B. Soko Guru 

C. Sunduk 

D. Sunduk Kili

E. Pengeret 

F.  Blandar 

G.Tumpangsari







Tumpangsari merupakan pengakhiran dari struktur Rongrongan ditopang oleh Beladar & Pengeret. Tumpangsari merupakan susunan balok menyerupai piramida, dan bisanya dihiasi oleh ukiran yang sangat indah dan berfungsi menopang bagian langit-langit Joglo (pamindhangan).
Tumpangsari merupakan susunan balok bertingkat pada bangunan Joglo.
Secara struktural berfungsi sebagai penopang atap Joglo. Sedangkan fungsi arsitektural -merupakan bagian dari langit-langit utama struktur Rongrongan (Umpak-Soko Guru-Sunduk-Belandar). Tumpangsari ditopang langsung oleh balok Blandar dan Pengeret.
Biasanya Tumpangsari dipenuhi oleh ukiran yang sangat indah dan merupakan center point bagi interior bangunan Joglo.
Tumpangsari
terbagi menjadi 2 bagian yaitu Elar dan Elen, dijabarkan sebagai berikut :

A. Elar 

    • Berada diposisi lingkar luar konfigurasi Blandar-Pengeret ;
    • Berfungsi sebagai penopang usuk dan struktur atap lainnya ;
    • Berjumlah ganjil yaitu 3 (tiga) atau 5 (lima).
B. Elen
    • Berada diposisi lingkar dalam konfigurasi Blandar-Pengeret;
    • Berfungsi sebagai langit-langit struktur Rongrongan dan menopang papan penutup langit-langit (Pamindhangan);
    • Berjumlah ganjil yaitu 5 (lima), 7 (tujuh), atau 9 (sembilan).
Tumpangsari pada bangunan Joglo terbagi menjadi 2 grid persegi empat yang sama dan simetris, yang dipisahkan dan ditopang tepat ditengah-tengah oleh balok Dadapeksi

Hubungan antara Soko Guru - Sunduk -Sunduk Kili menggunakan sistim Purus. Sedangkan antara Soko Guru - Pengeret & Blandar menggunakan sistim Cathokan.
Sistim persendian antara Umpak dan Soko Guru dapat berfungsi untuk mengurangi getaran pada saat bencana gempa bumi. Sedangkan sistem Purus & Canthokan yang bersifat jepit terbatas menjadikan atap berlaku sebagai bandul yang menstabilkan  bangunan saat menerima gaya gempa (berlaku seperti pendulum).
Hal ini merupakan hasil karya manusia Jawa dalam mendesain bangunan Joglo melalui proses trial by error mengingat letak geografis arsitektur bangunan Joglo yang berada di daerah Gempa III (gempa sedang) yang membentang sepanjang Cirebon sampai Banyuwangi.


Perluasan ruang dilakukan dengan penambahan struktur di sekeliling struktur Rongrongan tersebut -dengan penambahan Soko Pengarak (tiang samping).
Bangunan Joglo dapat berfungsi sebagai ruang pertemuan (Pendopo) maupun rumah (Omah).
Pendopo merupakan bangunan yang bersifat publik sehingga bangunan Joglo hanya merupakan struktur terbuka tanpa adanya dinding pelingkup.
Sedangkan Omah merupakan hunian yang memiliki ruang yang bersekat-sekat. Biasanya Rumah Joglo memiliki dinding pelingkup konstruksi kayu, dan memiliki bukan berupa jendela dan pintu (Gebyok). 


Filosofi Rumah Joglo

http://wartaproperty.com/wp-content/uploads/2012/05/Rumah-Joglo-300x225.jpg

Rumah Joglo tak hanya megah, indah, namun seperti halnya rumah adat di daerah lainnya, penuh sarat makna dan nilai-nilai sosiokultural. Bangunan joglo menggambarkan ketenangan, keteguhan, dan kewibawaan. Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan bentuk lengkung-lengkungan di ruang per ruang.

Bangunan ini memiliki kerangka bangunan utama yang dinamakan "SOKO GURU", yaitu berupa empat tiang utama penyangga struktur bangunan serta tumpang sari yang berupa susunan balok yang disangga soko guru. Susunan ruangan pada Joglo umumnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu ruangan pertemuan yang disebut pendhapa, ruang tengah atau ruang yang dipakai untuk mengadakan pertunjukan wayang kulit disebut pringgitan, dan ruang belakang yang disebut dalem atau omah jero sebagai ruang keluarga. Dalam ruang ini terdapat tiga buah senthong (kamar) yaitu senthong kiri, senthong tengah dan senthong kanan. Terjadi penerapan prinsip hirarki dalam pola penataan ruangnya. Setiap ruangan memiliki perbedaan nilai, ruang bagian depan bersifat umum (publik) dan bagian belakang bersifat khusus (pribadi/privat).
Uniknya, setiap ruangan dari bagian teras, pendopo sampai bagian belakang (pawon dan pekiwan) tidak hanya memiliki fungsi tetapi juga sarat dengan unsur filosofi hidup etnis Jawa. Unsur religi/kepercayaan terhadap dewa diwujudkan dengan ruang pemujaan terhadap Dewi Sri (Dewi kesuburan dan kebahagiaan rumah tangga) sesuai dengan mata pencaharian masyarakat Jawa (petani-agraris). Ruang tersebut disebut krobongan, yaitu kamar yang selalu kosong, namun lengkap dengan ranjang, kasur, bantal, dan guling dan bisa juga digunakan untuk malam pertama bagi pengantin baru.

Pendopo

Terletak di bagian paling depan, tidak mempunyai dinding atau terbuka. Menggambarkan filosofi orang Jawa yang selalu bersikap ramah, terbuka dan tidak memilih dalam hal menerima tamu. Jaman dulu umumnya pendopo tidak di beri meja ataupun kursi, hanya diberi tikar apabila ada tamu
yang datang, sehingga antara tamu dan yang punya rumah mempunyai kesetaraan dan juga dalam hal pembicaraan atau ngobrol terasa akrab rukun (rukun agawe santosa).Namun sekarang biasanya ada seperangkat meja kursi Pringgitan
Pringgitan memiliki makna konseptual yaitu tempat untuk memperlihatkan diri sebagai simbolisasi dari pemilik rumah bahwa dirinya hanya merupakan bayang-bayang atau wayang dari Dewi Sri (dewi padi) yang merupakan sumber segala kehidupan, kesuburan, dan kebahagiaan.

Dalem (Ruang Utama)

Dalem atau ruang utama dari rumah joglo ini merupakan ruang pribadi pemilik rumah. Dalam ruang utama dalem ini ada beberapa bagian yaitu ruang keluarga dan beberapa kamar atau yang disebut senthong. Pada masa dulu, kamar atau senthong hanya dibuat tiga kamar saja, dan peruntukkan kamar inipun otomatis hanya menjadi tiga yaitu kamar pertama untuk tidur atau istirahat laki-laki kamar kedua kosong namun tetap diisi tempat tidur atau amben lengkap dengan perlengkapan tidur, dan yang ketiga diperuntukkan tempat tidur atau istirahat kaum perempuan.
Kamar yang kedua atau yang tengah biasa disebut dengan krobongan yaitu tempat untuk menyimpan pusaka dan tempat pemujaan terhadap Dewi Sri. Senthong tengah atau krobongan merupakan tempat paling suci/privat bagipenghuninya.

Di dalam dalem atau krobongan disimpan harta pusaka yang bermakna gaib serta padi hasil panen pertama, Dewi Sri juga dianggap sebagai pemilik dan nyonya rumah yang sebenarnya. Di dalam krobongan terdapat ranjang, kasur, bantal, dan guling, adalah kamar malam pertama bagi para pengantin baru, hal ini dimaknai sebagai peristiwa kosmis penyatuan Dewa Kamajaya dengan Dewi Kama Ratih yakni dewa-dewi cinta asmara perkawinan

Di dalam rumah tradisi Jawa bangsawan Yogyakarta, senthong tengah atau krobongan berisi bermacam-macam benda-benda lambang (perlengkapan) yang mempunyai kesatuan arti yang sakral (suci). Macam-macam benda lambang itu berbeda dengan benda-benda lambang petani. Namun keduanya mempunyai arti lambang kesuburan, kebahagiaan rumah tangga yang perwujudannya adalah Dewi Sri